Wednesday, May 27, 2009

Keberanian Untuk Berubah

KEBERANIAN UNTUK BERUBAH
Oleh : Riandi

Perubahan yang terjadi demikian cepat memaksa orang maupun organisasi
untuk berubah. Perubahan terjadi di berbagai bidang baik itu ekonomi,
politik, teknologi maupun sosial. Setiap saat setiap waktu ada saja
yang berubah. Perubahan itu sendiri mirip dengan arus deras yang
mengalir. Jika diam maka akan hanyut terbawa arus. Harus terus
bergerak agar tidak terbawa arus. Agar dapat terus sesuai dengan
perubahan itu tadi maka diperlukan kemauan dan kemampuan bagi individu
ataupun organisasi untuk berubah. Namun meskipun yang namanya
perubahan itu begitu mudah untuk dikatakan tetapi relatif sulit untuk
dilaksanakan.
Google sebagai search engine terbesar pada saat ini bisa saja
terancam oleh Facebook. Meskipun Google telah berhasil mengalahkan
Yahoo dan Microsoft di bidang mesin pencarian namun ancaman situs
jejaring sosial semacam Facebook yang semakin membesar suatu saat bisa
saja mengalahkan Google. Facebook baru saja merayakan keberhasilannya
merekrut anggota hingga 200 juta orang. Siapa yang menyangka Facebook
bisa berkembang sedemikian pesat. Kalau orang-orang Google tidak siap
dengan perkembangan ini mungkin bisa saja Google akan mengalami nasib
yang sama seperti Yahoo yang telah dikalahkannya.
Seringkali timbul pertanyaan untuk menghadapi perubahan itu sebenarnya
apa sih yang diubah? Pada dasarnya ada tiga hal yang perlu diubah.
Yang pertama adalah pola pikir. Bagaimana cara memandang persoalan.
Terkait dengan isi di dalam kepala. Situasi yang berbeda membutuhkan
cara pandang, cara berpikir yang berbeda. Tak bisa dipukul rata. Lain
persoalan bisa jadi lain pola pikir yang diperlukan. Itu artinya perlu
belajar hal-hal yang baru. Berpikir berbeda untuk hal yang baru.
Seperti kasus Google tadi, meskipun mungkin tidak semua tapi pasti ada
diantara orang-orang di Google yang dihinggapi oleh rasa puas diri.
Ada perasaan puas karena berhasil mengalahkan Yahoo dan Microsoft di
mesin pencari. Sehingga akan timbul perasaan Google tak mungkin
dikalahkan. Kalau di bidang mesin pencari mungkin benar tapi jika
lewat situs jejaring sosial maka akan lain ceritanya. Karena ternyata
trend orang mengakses internet pada saat ini adalah mengakses situs
jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Friendster dan lain-lain.
Lebih banyak waktu dihabiskan untuk membuka situs-situs pertemanan
tersebut. Jika tidak ingin dikalahkan oleh Facebook maka Google harus
siap-siap berpikir tidak hanya sebagai situs mesin pencari namun juga
berpikir seperti situs jejaring sosial itu tadi.
Selanjutnya yang kedua yang perlu diubah adalah tindakan. Lain
situasi, kondisi tentu membutuhkan tindakan yang berbeda. Tidak sama
dengan sebelumnya. Tindakan yang berbeda terasa aneh pada awalnya.
Sehingga bertindak untuk berubah itu menjadi berat. Kalau untuk
perusahaan raksasa seperti Google sebenarnya bukanlah hal yang sulit.
Apalagi dari pengalaman panjang mengalahkan para pesaingnya Google
dapat saja melakukan suatu tindakan telak untuk menghantam situs
jejaring sosial. Apalagi Google terkenal karena berbagai layanannya
yang inovatif. Jika harus menambah satu lagi bidang inovasi yang mirip
dengan situs jejaring sosial bukanlah hal yang mustahil bagi Google.
Perubahan terakhir yang perlu dilakukan adalah perubahan lingkungan.
Meskipun cara pikir dan tindakan sudah tepat kalau lingkungan kurang
sesuai maka hasilnya tidak bisa maksimal. Benih yang tumbuh di tempat
yang kurang subur tentu berbeda hasilnya bila dibandingkan dengan
benih yang tumbuh di tempat yang subur. Pada saat ini dunia sedang
berada dalam krisis ekonomi. Lingkungan ekonomi dunia sebagai dasar
bagi bisnis sedang dalam kondisi tidak subur bagi perkembangan bisnis.
Namun itu bukan berarti bahwa tidak ada harapan. Tetap saja ada
bidang-bidang yang dapat terus berkembang meskipun krisis sekalipun.
Lingkungan yang subur dapat dicari bahkan diciptakan.
Pada dasarnya untuk berubah itu hanya perlu keberanian. Lalu timbul
pertanyaan, jika memang hanya perlu keberanian mengapa tidak berani
berubah? Hal pertama yang menyebabkan perubahan itu sulit terutama
karena ada resiko,yaitu perubahan itu belum tentu menyebabkan
keberhasilan, tak pasti. Bahkan bisa jadi gagal total dibuatnya. Sudah
sejak lama ada tekanan bahwa sistem operasi Windows dari Microsoft itu
terlalu mahal sehingga menimbulkan pertambahan ongkos yang berlebihan
bagi bisnis. Sistem operasi gratis seperti Linux kemudian dikembangkan
dan dikampanyekan secara gencar. Secara teori penggunaan sistem
operasi gratis akan memangkas biaya, tapi kenyataan yang terjadi
adalah justru timbul masalah efisiensi. Banyak software hanya
kompatibel terhadap Windows tapi tidak kepada Linux. Kemudian masalah
kebiasaan pengguna yang perlu membiasakan diri menggunakan Linux yang
membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Pada akhirnya justru ada biaya
tak terduga yang justru lebih besar dari sekedar penghematan yang
didapat. Akhirnya ya balik lagi ke
Windows.
Kemudian hal selanjutnya yang merupakan masalah klasik adalah
perubahan itu melanggar zona kenyamanan. Mengubah cara pikir,
tindakan, lingkungan bukanlah hal yang nyaman untuk dilakukan. Perlu
proses penyesuaian. Dan itu perlu waktu. Menanggung rasa tidak nyaman
selama waktu yang tak dapat ditentukan itulah yang membuat berubah itu
sulit. Dan selama proses itu tadi selalu memunculkan efek tak terduga
baik yang diharapkan maupun yang tidak.
Untuk memunculkan keberanian maka dapat dilakukan dengan mempersiapkan
tiga hal dari hal yang perlu diubah di atas. Pola pikir merupakan
salah satu sumber keberanian. Pola pikir dapat dibentuk dengan
informasi memadai. Siap dengan informasi karena informasi yang memadai
dapat menjadi peta jalan pemandu perjalanan. Kalau peta jalan sudah
diketahui tentu akan timbul keyakinan. Meskipun harus berjalan
melewati jalan yang gelap dan berkabut. Dengan informasi yang memadai
tentunya kejutan-kejutan yang mungkin timbul selama perjalanan akan
siap diantisipasi. Apalagi dengan kemudahan mencari informasi lewat
internet informasi yang diperlukan sudah tersedia melimpah. Tinggal
bagaimana mengolahnya saja. Tinggal tergantung kepada penafsiran.
Selain pola pikir tindakan menjadi hal selanjutnya yang perlu
diperhatikan. Berani berubah yang artinya berani mengambil resiko
didapat dari kebiasaan. Jika terbiasa berubah maka untuk berubah akan
mudah, jika tidak terbiasa berubah maka berubah itu menjadi hal sulit.
Kemudian ada yang namanya lingkungan sebagai faktor lain yang perlu
diubah. Lingkungan yang mendukung perlu dicari. Jika tidak ditemukan
maka lingkungan tersebut perlu diciptakan.
Meskipun sudah tahu bahwa perubahan itu perlu tetap saja ada individu
atau organisasi yang hanya berubah di pola pikir saja. Hanya sebatas
konsep. Jika demikian maka pola pikir tanpa tindakan namanya
angan-angan. Jika tanpa tindakan tak ada hasil yang diperoleh.
Meskipun teori dan konsep yang diketahui demikian canggih. Ini
biasanya terjadi justru karena terlalu banyak informasi yang diperoleh
sehingga mengakibatkan kebingungan. Kelumpuhan analisis tidak berani
bertindak karena bayangan yang muncul dari informasi yang diperoleh
begitu mengerikan, menakutkan sehingga malah membuat surut langkah.
Berlawanan dengan kelumpuhan analisis ada yang bertindak tanpa
pengetahuan yang memadai sama sekali. Untuk apa repot-repot
mengumpulkan informasi kalau hasilnya sama saja demikian pikir mereka.
Pokoknya hantam saja. Soal hasil dan resiko itu urusan belakangan.
Makanya jangan heran kalau kegagalan juga menunggu. Tindakan tanpa
pola pikir ini sama dengan sembrono/ gegabah. Meskipun ada hasil namun
tidak maksimal. Karena hanya mengandalkan keberuntungan semata. Lebih
mirip dengan judi. Nasib terlalu mahal harganya kalau dijadikan ajang
pertaruhan perjudian yang tak jelas. Dengan demikian perlu seimbang
antara keduanya. Keberanian bertindak untuk berubah yang
diperhitungkan secara masak dengan tindakan berani.
Apabila telah berani bertindak untuk berubah maka bagaimanapun
kecilnya selalu ada hasil dari keberanian untuk berubah. Dalam setiap
perubahan pasti ada peluang. Ini disebabkan karena perubahan itu
sendiri mengakibatkan timbulnya hal-hal baru. Terutama untuk
menyongsong peluang dari perubahan. Peluang yang hanya bisa
dimanfaatkan apabila telah siap. Dan kesiapan itu kadang memerlukan
perubahan.
Apabila telah berubah maka pesaing akan kebingungan untuk mengikuti.
Nokia menurunkan harga ponsel cerdasnya seperti E71 dan 5800 Xpress
Music untuk menghadapi persaingan melawan Apple i-Phone, RIM
Blackberry serta HTC. Sedikit banyak langkah yang diambil Nokia akan
membuat pesaingnya berpikir panjang untuk terus meletakkan harga
terlalu tinggi. Kemudian karena bermain harga di kelas menengah maka
konsumen yang mencari ponsel cerdas canggih dengan harga terjangkau
juga akan dapat dipikat. Apalagi di zaman krisis, konsumen akan lebih
berpikir untuk membelanjakan uangnya secara bijaksana. Ponsel cerdas
bermerek yang berharga terjangkau dari Nokia dapat menjadi ancaman
serius bagi ponsel kelas menengah yang tidak mempunyai fitur setangguh
Nokia. Dengan demikian prinsip satu langkah di depan pesaing karena
berani berubah menjadi penentu kemenangan di era perubahan. Lebih baik
berani berubah sebelum dipaksa untuk berubah.

Riandi (ryandy2009.blogspot.com) (ryandy2008@gmail.com)
Penulis adalah guru swasta mengajar di SMA PGRI Piasak, Selimbau,
Kapuas Hulu, Kalimantan Barat,Indonesia
HP. 081352471543

Monday, May 11, 2009

Geliat Ponsel China, Siapa yang Untung Siapa yang Buntung?

Ponsel China di awal kemunculannya tidak dipandang sebelah mata oleh
merek ternama seperti Nokia, LG, Samsung, Motorola, RIM, Apple, Sony
Ericcson dan lain-lain. Tidak dianggap sebagai ancaman. Bahkan
dianggap lelucon saja. Produk peniru. Mirip dengan kasus produk buatan
Jepang dulu. Kemudian, seiring dengan kemajuan teknologi, basis
produksi pabrik merek ternama yang sudah berada di China, SDM murah
dan berkualitas maka sudah bukan rahasia umum lagi bahwa 8 dari 10
ponsel dunia diproduksi di China. Merek ternama kebanyakan hanya
tinggal tempel merek saja. Jika sudah demikian pasti akan akan timbul
rasa percaya diri oleh manufaktur ponsel di China dan tentunya
terpikir untuk mencoba peruntungan dengan memproduksi ponsel sendiri
dengan merek sendiri atau bahkan menjual tanpa merek karena
teknologinya sudah mereka kuasai.
Hal tersebut dapat disaksikan sendiri melalui ponsel China yang masuk
pasar global secara umum atau masuk ke pasar Indonesia secara khusus.
Ada yang legal. Baik itu impor langsung dengan mereknya sekalian, atau
ditempeli merek lokal. Kemudian ada juga yang secara ilegal dimana
ponsel jenis ini disebut ponsel bandit (Shanzai). Karena istilah
shanzai itu sendiri berarti penjahat yang baik hati. Seperti Robin
Hood kalau dalam cerita Barat. Ini yang luar biasa karena hanya dengan
karyawan kurang dari 10 orang sudah dapat memproduksi ponsel.
Bandingkan dengan ponsel ternama yang setidaknya perlu ribuan
karyawan. Atau minimal ratusan karyawan.
Lawannya adalah merek ternama. Nokia, LG, Samsung, Motorola, RIM,
Apple, Sony Ericcson dan lain-lain. Bermain di kelas low-end (harga
murah teknologi sederhana), mid-end (harga sedang teknologi sedang),
dan high-end (harga tinggi teknologi tinggi) pun ada. Karena pemainnya
banyak sudah jelas akibatnya adalah ada yang tersingkir, bertahan,
atau terus maju. Tidak hanya produsen ponsel China itu sendiri, bahkan
produsen ponsel merek ternama pun mengalami kerugian di saat krisis
ekonomi 2009 ini. Sampai-sampai ada yang hampir bangkrut. Namanya
bisnis, itu adalah hal yang lumrah-lumrah saja.
Tetapi bagaimanapun juga, strategi keunggulan biaya tetap merupakan
salah satu strategi yang ampuh digunakan ketika situasi ekonomi sedang
krisis global. Daya beli lemah. Konsumen pikir-pikir untuk
membelanjakan uangnya. Jelas, konsumen ingin mencari barang
semurah-murahnya dengan nilai yang setinggi-tingginya.Kelebihan
strategi ini adalah yang pasti pilihan konsumen jadi lebih banyak.
Konsumen benar-benar dimanja. Tinggal memilih mana yang sesuai dengan
kebutuhan atau keinginan. Kemudian kelebihan lainnya adalah penetrasi
pasar relatif mudah. Karena harganya murah. Keraguan konsumen akan
mutu juga dapat ditepis. Dengan cara mencoba dulu. Konsumen akan
berpikir bahwa dengan harga murah bila ada kejadian apa-apa juga rugi
tidak terlalu banyak. Bila ternyata konsumen yang sudah mencoba
menemukan dan sudah membuktikan bahwa ponsel murah tersebut ternyata
tidak murahan maka akan terjadi promosi dari mulut ke mulut.
Keunggulan ponsel dipromosikan oleh konsumen yang puas. Jelas, inilah
sebenarnya promosi yang paling ampuh. Dan akhirnya konsumen menjadi
percaya sehingga sudah pasti akan terjadi pembelian berikutnya.
Kekurangan dari strategi ini juga pasti ada. Dapat keuntungan yang
hanya sedikit itu sudah jelas karena harga murah. Namun karena
targetnya adalah penetrasi pasar, membiasakan konsumen dengan produk
maka meskipun untung hanya sedikit tidak jadi persoalan. Hitung-hitung
promosi. Diharapkan bila konsumen puas maka akan terjadi efek viral
dimana konsumen yang puas ini akan mengajak konsumen lain untuk
membeli. Biar untung sedikit, tapi kalau volume penjualan besar maka
akhirnya bisa untung besar juga.
Yang namanya barang baru tentu saja masalah klasik yang timbul adalah
masalah after sales yang lemah. Ponsel termasuk barang elektronik yang
memerlukan berbagai suku cadang. Casing, baterai merupakan elemen
pokok dari ponsel yang menunjang masa pakai ponsel. Meskipun pemakaian
sudah hemat sekalipun, casing dan baterai ponsel tetap akan aus
dimakan usia. Belum lagi elemen-elemen lain dari ponsel yang bisa jadi
akan mengalami kerusakan. Jika suku cadang tersedia, tempat servis ada
tentu tidak jadi persoalan. Tapi kalau tidak tersedia tentu runyam
urusannya. Ponsel yang seharusnya bisa dipakai dalam jangka waktu yang
agak panjang malah jadi barang rongsokan karena ketiadaan suku cadang.
Akibatnya adalah mimpi buruk. Komentar buruk dari konsumen yang kecewa
yang pasti tersebar dari mulut ke mulut. Atau setidaknya konsumen yang
kecewa menjadi jera untuk membeli produk sejenis. Efeknya bisa kena
pada merek ponsel China yang benar-benar menjaga mutu. Kena pukul
rata.
Dari fenomena ponsel murah berkualitas dari China pada awalnya mungkin
tidak ada tindakan ketika penjualan ponsel ternama masih bagus. Pada
waktu ponsel merek ternama dipalsukan misalnya dengan memberikan nama
yang mirip-mirip, misalnya, Samsung menjadi Sumsung, atau Nokia
menjadi Nckia, baik pihak produsen ponsel ternama atau konsumen akan
senyum-senyum saja. Ada-ada saja akal orang-orang China tersebut pikir
mereka. Namun, akibat krisis ekonomi global dan penjualan ponsel
ternama mengalami penurunan maka ceritanya akan lain. Langkah secara
hukum pasti akan dilakukan. Misalnya dengan menekan pemerintah China
untuk menindak produk bajakan. Alasannya adalah pelanggaran hak cipta.
Meskipun sebenarnya ini kurang efektif. Karena bagi pemerintah
China, produk ponsel murah yang mampu bersaing adalah suatu kebanggaan
tersendiri. Semangat nasionalisme. Baik itu yang legal maupun yang
ilegal. Meskipun yang ilegal tidak memberikan hasil berupa pajak namun
setidaknya industri tersebut telah mampu memberikan lapangan pekerjaan
bagi banyak penduduk China. Setidaknya akan mampu menolong memacu
pertumbuhan ekonomi. Sehingga dapat dianggap bahwa langkah hukum ini
menjadi langkah putus asa. Karena, meskipun sudah berhasil menindak
ponsel murah bajakan, arah waktu yang telah terlanjur berjalan takkan
dapat diputar balik. Konsumen yang sudah terbiasa pada produk murah
berkualitas sudah terbentuk. Konsumen jadi semakin pintar dan
menuntut. Konsumen akan menuntut barang yang bermutu dengan harga
murah tidak sekedar merek terkenal.
Jadinya, daripada sibuk tuntut-menuntut secara hukum maka justru
langkah lebih terhormat yang dapat dilakukan oleh produsen ponsel
ternama adalah bagaimana menghasilkan produk berteknologi mid-end
bahkan high-end dengan harga yang lebih terjangkau. Jika harga produk
mid-end atau high-end tidak selisih jauh dengan harga produk low-end
dan produknya tersedia di pasar maka sudah jelas konsumen akan akan
lebih memilih produk mid-end atau high-end.
Dengan adanya fenomena ponsel China jelas menguntungkan konsumen.
Karena harga murah kualitas kadang tak kalah dari ponsel ternama.
Konsumen untung. Sedangkan produsen ponsel ternama yang terlanjur
terlena karena sudah lama menikmati keuntungan karena pasang harga
terlalu tinggi akan buntung. Produknya menjadi kurang diminati
konsumen karena konsumen merasa antara harga yang dipasang dengan
nilai yang diberikan tidak sebanding. Jadi untuk apa dibeli meskipun
itu merek terkenal. Sedangkan produk ponsel China sebagai pesaing
mampu menawarkan nilai lebih dengan harga yang jauh lebih murah.
Konsumen sudah semakin pintar, pilihan sudah semakin banyak. Produsen
harus nurut pada kemauan konsumen bila ingin mampu bersaing di saat
krisis global seperti sekarang ini. Saatnya introveksi. Kalau tidak
maka langkah yang perlu dilakukan adalah siap-siap gulung tikar.
Semoga saja tidak terjadi demikian.

Riandi ( ryandy2009.blogspot.com ) ( ryandy2008@gmail.com )
Penulis adalah guru swasta mengajar di SMA PGRI Piasak, Selimbau,
Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Indonesia

Saturday, May 2, 2009

Sedikit Lebih Baik Dari Pesaing
Oleh : Riandi

Sedikit lebih baik dari orang lain adalah rahasia sukses dalam bisnis,
demikian yang dikatakan oleh almarhum Charles M. Schwab, mantan
pemimpin United States Steel Company. Jika dimodifikasi lebih lanjut
maka orang lain disini bisa diartikan sebagai pesaing. Dalam semua
aspek kehidupan, termasuk bisnis akan selalu terjadi persaingan. Ini
terjadi tentu saja karena ada pesaing untuk merebut, mendapat sesuatu
yang terbatas. Dalam konteks dunia bisnis tujuan yang hendak dicapai
adalah untuk memenangkan persaingan memenangkan hati konsumen. Membuat
konsumen jatuh cinta, loyal dan tentu saja akan terus berurusan,
membeli produk atau jasa yang dihasilkan dari bisnis. Untuk mencapai
itu semua bukanlah hal yang mudah karena ada pesaing yang menimbulkan
persaingan yang mau tidak mau harus dihadapi dan disiasati agar bisa
menang.
Berdasarkan asalnya maka secara garis besar ada dua jenis pesaing yang
umum dihadapi dalam bisnis. Jenis pesaing pertama adalah pesaing
eksternal. ini adalah pesaing paling umum yang biasanya bersifat
langsung. Setiap perusahaan akan menghadapi persaingan dari perusahaan
lainnya. Di kelas ponsel pintar, misalnya, Nokia berhadapan dengan
Apple, Samsung, Sony Ericcson, RIM, Motorola dan lain-lain. Di
persaingan yang seperti ini jelas yang perlu dilakukan untuk menang
bersaing adalah dapat memberikan sesuatu yang lebih tinggi nilainya di
mata konsumen. Research In Motion (RIM) dengan Blackberry-nya saat ini
unggul di penyediaan push mail di saat kompetitornya Nokia justru baru
meluncurkan produk serupa yaitu Nokia Messaging.
Selain menghadapi RIM Blackberry, Nokia juga punya lawan tangguh
lain yang berhasil memukul Nokia yaitu Apple dengan iPhone-nya.
Keunggulan fitur layar sentuh yang sensitif menjadikan iPhone menjadi
ponsel dambaan banyak orang karena faktor kenyamanan penggunaannya. Di
saat pasar ponsel sedang lesu, iPhone malah laku keras. Padahal
harganya tidaklah murah. Langkah Nokia meluncurkan Nokia 5800 Xpress
Music pun belum bisa berbicara banyak untuk menghadapi iPhone dari
Apple. Meskipun harganya lebih murah. Terutama ketika konsumen
membandingkan secara langsung fitur layar sentuh kedua ponsel tersebut
yang memang berbeda kelas. Disini jelas sekali bahwa produsen ponsel
sebesar Nokia pun bisa kewalahan bersaing karena terlambat
mengantisipasi tren baru ponsel yang diusung oleh RIM Blackberry
maupun Apple iPhone. RIM dan Apple berhasil memberikan sesuatu yang
sebenarnya diinginkan konsumen namun belum atau tidak diberikan secara
optimal oleh Nokia. Hanya perbedaan tipis yang justru menimbulkan efek
yang sangat luar biasa.
Jenis pesaing kedua adalah pesaing internal. Selain menghadapi pesaing
eksternal maka dalam bisnis ada juga pesaing internal yang biasanya
bersifat tidak langsung. Biasanya yang menjadi pesaing internal adalah
produk perusahaan itu sendiri yang sudah sukses pada saat ini. Produk
prosesor Intel jika tetap ingin diminati konsumen maka untuk produk
selanjutnya harus lebih baik dari prosesor sebelumnya. Meskipun AMD
dan Via menjadi pesaing namun ukuran pangsa pasar yang berhasil diraih
oleh mereka belum mampu sejajar dengan Intel. Sehingga dengan demikian
Intel justru tidak menghadapi pesaing dari luar seperti AMD dan Via
itu tadi. Justru yang menjadi pesaing Intel adalah produk Intel yang
telah sukses pada saat ini. Agar dapat terus diterima maka produk
Intel selanjutnya harus lebih baik lagi. Jika lebih buruk tentu saja
akibatnya tak akan dilirik oleh konsumen.
Microsoft dengan Windows juga selalu mengusahakan Windows keluaran
selanjutnya lebih baik dari sebelumnya. Apalagi persaingan di sistem
operasi komputer masih di dominasi oleh Windows dari Microsoft. Linux
sebagai sistem operasi pesaing juga belum mampu banyak berbicara.
Penggunaannya juga masih terbatas. Jika Microsoft ingin meluncurkan
sistem operasi Windows selanjutnya sudah pasti sudah jelas yang jadi
bahan perbandingan adalah versi sebelumnya. Hanya tinggal melakukan
penyempurnaan. Jelas, nama besar selain membawa keuntungan untuk lebih
mudah diterima konsumen juga membawa beban untuk terus melakukan,
memberikan sesuatu yang lebih baik jika ingin tetap unggul.
Baik menghadapi pesaing internal maupun internal maka hal pasti yang
perlu dilakukan adalah penyempurnaan. Perbaikan terus-menerus. Akan
tetapi, dalam rangka melakukan penyempurnaan sebenarnya hanya sedikit
hal yang benar-benar baru. Itu kalau dibandingkan dengan produk
sebelumnya. Jika benar-benar baru itu namanya revolusi. Jika
berkembang perlahan-lahan disebut evolusi. Lebih mudah berevolusi
daripada melakukan revolusi. Bahkan kalau dibandingkan dengan generasi
awal, produk evolusi akhir bisa dikatakan sebagai revolusi bagi
penemuan awal. Misalnya pada teknologi prosesor. Bila dibandingkan
dengan produk awalnya maka perbedaannya dengan generasi prosesor
terbaru bisa dikatakan bagai langit dan bumi. Baik dari segi
harga,ukuran maupun kemampuan. Jelas terlihat seperti revolusi. Tapi
jika prosesor generasi terbaru dibandingkan dengan prosesor generasi
sebelumnya maka perbedaannya juga tidak begitu banyak. Terlihat bahwa
generasi baru merupakan evolusi.
Hanya dengan melakukan sedikit lebih baik dari pesaing maka dapat
dihasilkan perbedaan yang mengarah kepada keunikan dan keunggulan.
Pada saat ini bisa dikatakan bahwa strategi yang paling efektif untuk
bisnis adalah dengan cara penyempurnaan, melakukan sedikit lebih baik
secara bertahap. Terutama karena strategi ini ampuh untuk meminimalkan
kecenderungan penolakan konsumen terhadap hal baru meskipun hal baru
tersebut mungkin lebih baik. Lebih banyak berdasarkan kepada yang
sudah ada sebelumnya. Dengan melakukan sedikit lebih baik secara
bertahap maka dapat diharapkan bisnis yang dapat memuaskan konsumen
dapat berlanjut secara kontinyu. Jika bisa berlangsung secara kontinyu
maka kelangsungan bisnis yang menjadi impian semua pebisnis dapat
terwujud dengan mulus. Hasil yang pasti adalah bisnis yang tak ada
matinya.

Riandi
Penulis adalah guru swasta mengajar di SMA PGRI Piasak, Selimbau,
Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Indonesia
Hp. 081352471543
ryandy2009.blogspot.com